(Vibiznews – Economy) – Bencana alam merupakan sesuatu yang terjadi secara tidak terduga (25/03). Setelah beberapa peristiwa gempa bumi di Haiti, Chili, dan Jepang mulai disadari bahwa dampak ekonomi dari bencana alam terkadang dapat timbul di Negara-negara yang bahkan tidak terkena bencana. Kondisi ini terjadi karena makin tingginya keterkaitan ekonomi antara satu kawasan dengan kawasan lain.
Gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Jepang dan bencana ancaman krisis nuklir setelahnya telah menjadi contoh yang cukup baik mengenai dampak bencana alam di suatu Negara yang terkait dengan kondisi ekonomi di Negara lain. Bencana alam yang terjadi di Jepang turut mengguncang kekhawatiran pasar di seluruh dunia. Mandeknya produksi otomotif di Jepang menimbulkan kekhawatiran bahwa Negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini akan mengalami kondisi yang makin buruk setelah mengalami resesi akibat krisis keuangan tahun 2008 lalu. Para investor yang panik mengakibatkan bursa saham Jepang hancur. Bursa tercatat sempat mengalami penurunan sebesar 14% pada hari pertama perdagangan setelah bencana terjadi.
Akan tetapi manusia adalah makhluk yang unik. Kata-kata bahwa apa yang tidak membunuhmu akan menjadikanmu semakin kuat mungkin ada benarnya. Buktinya para ekonom telah membuktikan bahwa di beberapa kasus, bencana alam yang mengguncang sebuah negar justru dalam jangka panjang akan mampu meningkatkan investasi dan efisiensi ekonomi di suatu Negara.
Hal ini mungkin sulit untuk dipercaya melihat skala kehancuran dan korban yang terjadi saat ini. Akan tetapi ekonom Eduardo Cavallo dan Ilan Noy percaya bahwa di Negara-negara maju, bahkan bencana alam yang paling dahsyat, hanya akan menimbulkan dampak ekonomi yang tidak signifikan dalam jangka panjang. Menurut mereka ekonomi modern memiliki kemampuan pemulihan yang cukup baik. Proses rekonstruksi pascabencana akan menjadi momentum penting bagi ekonomi.
Contoh Kasus: Gempa Bumi Kobe dan California Selatan
Contoh kasus yang nyata akan argumen ini adalah situasi di Jepang pascagempa Kobe tahun 1995 lalu. Kobe saat itu merupakan kota penghubung manufaktur dan pelabuhan dagang terbesar keenam di dunia. Gempa bumi itu mengakibatkan 6000 lebih korban jiwa dan 3000 orang kehilangan tempat tinggal. Kerugian akibat gempa diperkirakan mencapai seratus miliar dolar (nyaris seluruhnya tidak memiliki asuransi). Saat itu diprediksi bahwa Jepang akan membutuhkan waktu tahunan, bahkan mungkin beberapa decade untuk pulih kembali.
Akan tetapi nyatanya setahun setelah gempa tersebut aktivitas di pelabuhan Kobe sudah kembali berjalan normal dan dalam 15 bulan setelah gempa aktivitas manufaktur sudah mencpai 80% dari estimasi akitivitas apabila tidak pernah terjadi gempa. Di tingkat nasional produksi industri Jepang mengalami kenaikan di bulan-bulan setelah gempa dan pertumbuhan ekonomi dua tahun setelah gempa berada di atas ekspektasi.
Kondisi yang serupa juga terjadi setelah bencana gempa bumi di Northridge, California Selatan pada tahun 1994. Ekonomi di Negara bagian tersebut mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan sebelum terjadinya bencana. Studi terbaru dari Federal Emergency Management Agency (FEMA) memperlihatkan bhawa setelah badai Hugo menghancurkan Charleston pada tahun 1989, pertumbuhan ekonomi di kota tersebut mencapai level yang lebih tinggi dibandingkan sebelum bencana. Sementara itu gempa Sichuan yang memakan korban jiwa yang luar biasa diperkirakan telah mendorong pertumbuhan ekonomi di kota tersebut.
Studi Ekonomi Bencana Alam Skidmore dan Toya
Dalam studi yang mempelajari 89 negara, ekonom Mark Skidmore dan Hideki Toya, setelah memasukkan seluruh variabel kontrol yang bisa mereka pikirkan, menemukan bahwa Negara-negara yang mengalami bencana alam yang berkaitan dengan iklim mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan lebih produktif. Skidmore dan Toya berargumen bahwa setelah bencana terjadi akan terjadi penggantian infrastruktur dan teknologi yang lebih baik dan terjadi investasi baru pada industry yang lebih baru dan produktif. Pada masa-masa tenang, inersia mengakibatkan teknologi yang telah lama diperahankan, dan lebih mudah untuk membuat perubahan yang dramatis apabila manusia harus memulai semuanya dari awal.
Akan tetapi tetap harus diperhatikan bahwa dampak dari bencana alam terantung pada beragam factor. Skidmore dan Toya menemukan kenyataan bahwa bancana geologis tidak memiliki dampak yang serupa dengan bencana yang berkaitan dengan iklim. Juga patut diperhatikan bahwa kondisi pertumbuhan ini hanya tercatat dialami oleh kawasan yang sudah maju secara ekonomi. Di Negara-negara miskin hal yang sebaliknya yang terjadi. Bencana alam berpotensi untuk memperburuk kondisi ekonomi karena pada dasarnya infrastruktur sudah buruk dan dampak dari bencana lebih sulit untuk diperbaiki. Sebagai ilustrasi, ekonomi Haiti mengalami kontraksi lebih dari 8% sejak gempa bumi tahun lalu.
Lebih jauh lagi patut diingat bahwa meskipun kota-kota yang dapat dibangun kembali dengan sukses tetap kehilangan barang modal yang tidak sedikit. Dalam hal ini dampak ekonomi terbesar dari bencana adalah redistribusi sumber daya. Bencana meredistribusi uang dari pembayar pajak kepada pekerja konstruksi, dari perusahaan asuransi kepada pemilik premi. Ekonomi modern memang telah memiliki kemampuan yang lebih baik untuk pulih dari bencna, akan tetapi setiap bencana patut diingat tetap merupakan sebuah tragedy.
No comments:
Post a Comment