June 3, 2011

Rating Kredit Jepang Kode Merah; Tiga Lembaga Beri Sinyal Negatif

(Vibiznews – Business) – Lembaga pemeringkat rating Moody’s menyatakan telah melakukan review terhadap rating kredit Jepang, yang kemungkinan besar akan mengalami penurunan (31/05). Moody’s menegaskan bahwa kekhawatiran mengenai lemahnya respon kebijakan akan berpotensi mengakibatkan terganggunya proses pemulihan ekonomi.

Obligasi pemerintah Jepang, baik yang menggunakan mata uang lokal atau asing di-review oleh Moody’s. Saat ini rating kedua jenis obligasi tersebut masih berada di level Aa2. Lemahnya respon kebijakan membuat tantangan bagi pengurangan deficit di Jepang makin kuat.

Sebelum Moody’s memberikan sinyal kemungkinan penurunan rating kredit tersebut, Fitch hari Jumat minggu lalu juga telah menurunkan proyeksi rating obligasi di Negara tersebut.



Fitch dan S&P Sudah Turunkan Proyeksi Rating Kredit Jepang


Hari Jumat lalu Fitche menurunkan proyeksinya terhadap rating kredit Jepang menjadi negative dari stabil. Lembaga pemeringkat rating ini memberikan peringatan bahwa tingginya biaya yang diakibatkan oleh bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi bulan Maret lalu akan makin membebani keuangan Negara ini.

Meskipun telah memberikan outlook negative, akan tetapi Fitch belum menurunkan rating kredit. Saat ini Fitch masih mempertahankan rating kredit pemerintah Jepang di level AA. Sebelum Fitch dan Moody’s, lembaga pemeringkat rating Standard & Poor’s bulan lalu juga telah menurunkan proyeksi rating kredit Jepang.

Utang pemerintah Jepang saat ini telah membengkak dua kali lipat dari ekonomi Jepang yang bernilai 5 triliun dolar. Utang tersebut diprediksi akan makin membengkak seiring dengan tingginya biaya rekonstruksi pascabencana alam di Negara tersebut.

Pada tanggal 11 Maret lalu Jepang diguncang oleh bencana alam berupa gempa bumi dan tsunami. Dampak bencana tersebut adalah krisis nuklir di Negara ini yang dampaknya diperkirakan akan sama merusak dengan bencana nuklir Chernobyl. Jumlah orang yang tewas dalam bencana alam di Jepang ini mencapai 24,000 jiwa. Diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk proses rekonstruksi pascabencana mencapai angka 184 miliar dolar.

Di samping utang pemerinta, Fitch menyatakan bahwa utang masyarakat di Jepang juga mengalami kenaikan yang tajam. Fitch bahkan mengklaim bahwa kecepatan naiknya utang masyarakat Jepang hanya dapat dilampaui oleh Irlandia dan Islandia. Kedua Negara ini sebelumnya telah mengalami krisis perbankan akibat tingginya angka gagal bayar di masyarakat.

Kondisi di Jepang ini justru diperparah dengan kebijakan yang tidak jelas dan bertele-tele. Pemerintah dan oposisi tampaknya masih belum menemukan kata sepakat untuk menangani krisis utang di Negara ini.



Data Ekonomi Kurang Mengesankan


Pagi tadi telah dirilis beberapa data ekonomi penting dari Jepang. Data mengenai output industry di bulan April memperlihatkan kenaikan setelah di bulan Maret lalu mengalami penurunan terbesar sepanjang sejarah. Kondisi ini merupakan sinyal bahwa pemulihan ekonomi pascatsunami berjalan dengan cukup baik.

Output industry mengalami kenaikan sebesar 1% bulan lalu. Meskipun mengalami kenaikan akan tetapi kenaikan tersebut sebetulnya masih berada di bawah ekspektasi yang mengharapkan terjadi kenaikan sebesar 2.8%. Akan tetapi untuk bulan Mei para pengusaha meningkatkan keyakinannya.

Output industry untuk bulan Mei diperkirakan akan mengalami kenaikan tajam sebesar 8%. Proyeksi ini mengalami kenaikan dari proyeksi kenaikan sebesar 2.7% sebelumnya.

Perusahaan-perusahaan di Jepang mengharapkan bahwa pemulihan sector industry masih akan berlanjut hingga ke bulan Juni. Proyeksi pertumbuhan output industry untuk bulan Juni berada pada level 7.7%.

Sementara itu pada rilis data terpisah tercatat bahwa tingkat pengangguran di Jepang mengalami kenaikan di bulan April. Pengangguran bulan April naik ke level 4.7% dari level 4.6% yang dialami bulan Maret sebelumnya.

Kristanto Nugroho, Komisaris Bursa Berjangka Jakarta, menyatakan bahwa dalam keadaan yang sehat, dimana rating keuangan bisa dijaga apabila peningkatan hutang disertai dengan peningkatan output ekonomi, namun hal ini sangat sulit untuk Jepang, karena peningkatan hutang digunakan untuk perbaikan kerusakan infrastructure yang sangat parah dan memerlukan waktu yang lama, maka tidak heran bila rating keuangan cenderung mengalami perubahan negatif.

Sementara Alfred Pakasi, CEO Vibiz Consulting berpendapat bahwa Jepang memang harus menerima kenyataan pahit sebagai dampak dari bencana alam yang menimpa negeri itu. Data terakhir telah menunjukkan terdapatnya resesi ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang negatif untuk kuartal pertama tahun 2011, sekitar -2.1% (yoy). Tekanan resesi ini bisa akan meningkat dengan lambannya pertumbuhan ekonomi ditambah dengan pemangkasan rating tersebut. Yang perlu diwaspadai dan diperhitungkan adalah bagaimana dampaknya terhadap bisnis di Indonesia yang terkait dengan Jepang. Penurunan order ekspor kita ke Jepang, atau berkurangnya penyediaan suku cadang buatan Jepang untuk produksi mesin di dalam negeri, hanyalah sebagian dampak ekonomis yang perlu dikalkulasi dan dicarikan mitigasinya.

No comments: