December 19, 2011

Komite Ekonomi Nasional,BBM

Selasa, 20 Desember 2011 09:15 WIB

(Vibiznews – Economy) – Komite Ekonomi Nasional (KEN) merekomendasikan agar pemerintah tak menaikan harga BBM tahun depan. Kondisi ekonomi global yang belum stabil membuat ekonomi tahun depan penuh dengan ketidakpastian.

Dalam rekomendasinya KEN jelas-jelas menyarankan kepada pemerintah menghindari kebijakan administered price karena dianggap bakal mengganggu daya beli masyarakat secara berlebihan ketika dampak perlambatan ekonomi global memberikan tekanan kepada ekonomi Indonesia terlalu berat. KEN menyarankan jika pun ada kebijakan seperti itu harus dilakukan di waktu yang tepat dan efisien untuk menghindari spekulasi berlebihan di pasar.

Administered price merupakan kenaikan harga barang atau jasa yang dikarenakan kebijakan pemerintah seperti kenaikan BBM, tarif listrik, STNK dan lain-lain.

Anggota KEN Chatib Basri beralasan tahun depan ekonomi dunia masih dibayangi ketidakpastian. Apalagi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sudah dipangkas dari 4% menjadi 3,7%. Sementara itu KEN merekomendasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan berkisar 6,3-6,7%.

"Kalau ada slowdown, kalau kita rekomendasi kenaikan BBM, akan ada impact lebih parah," kata Chatib di acara diskusi KEN di gedung Mega, Jakarta, Minggu malam (18/12/2011)

Menurutnya saran itu sudah mempertimbangkan berbagai aspek soal perlu dihindarinya kenaikan harga BBM di tahun depan. Meskipun ia dengan tegas menuturkan kenaikan BBM bisa dilakukan disaat kondisi yang memang tepat waktunya.

"Saya orang yang dibelakang kenaikan 120% kenaikan BBM (lalu)," katanya.

Ditempat yang sama Ketua KEN Chairul Tanjung mengatakan masalah subsidi BBM itu merupakan masalah yang memberatkan anggaran negara. Namun mengurangi subsidi dengan menaikkan harga sangat erat dengan masalah politik.

"Bagaiaman kita mengurangi subsidi dengan pola yang elegan, masyarakat makin sejahtera," katanya.

Sejak awal, lanjut Chairul, KEN telah mengusulkan agar pola subsidi dirubah, dari subsidi barang ke subsidi orang. Lagi-lagi masalah subsidi ini menjadi persoalan yang sensitif bagi pemerintah.

"Kalau kita sekarang ini subsidi barangnya, sehingga yang miskin dan kaya dapat (subsidi)," katanya.

No comments: